Thursday, March 25, 2004

Para Priyayi vs Burung-Burung Manyar

G dah baca dua novel masterpiece ini ... dua-duanya karya pengarang-pengarang beken di jamannya. Para Priyayi oleh Umar Kayam dan Burung Manyar oleh Romo Mangun.

Para Priyayi, ni novel ceritanya tentang 3 generasi keluarga yang mengaku priyayi Jawa tulen. sebenernya arti priyayi itu sendiri dipertanyakan dan menjadi soal di setiap bab PP. menurut definisi fisik, priyayi adalah golongan yang dihormati di masyarakat, non petani, jadi mereka bekerja sebagai mantri, dokter, guru.. dan emang punya pendidikan lebih tinggi dari pada anggota masyarakat mereka ... priyayi satu sama lain pake bahasa kromo inggil, bahasa penuh sopan santun dan basa basi memuji lawan bicara. kalo siang, sepulang kerja, mereka nyempetin untuk tidur siang, punya sawah yang mengerjakan buruh2 tani.

Sang Eyang yang jadi pusat tumpuan keluarga adalah priyayi pertama di keluarga besarnya ..jadi guru, yang kemudian mendidik anak2nya dengan memberikan pendidikan terbaik di jamannya .. HIS dan HBS (sekolah jaman belanda) padahal pribumi biasanya cuma sampe sekolah rakyat. semua keturunan sang eyang menjadi orang2 terhormat dan punya kedudukan ... tapi tentu aja semuanya punya masalah2 sendiri2 ... dan sikap2 sehari2 mereka ditunjukkan hmmm .. jauh dari sikap seorang priyayi yang seharusnya. selingkuh, kesangkut salah satu organisasi PKI, hamil di luar nikah, seks bebas, manja, jadi anggota komplotan rampok, macem2 ...
cuma satu orang anggota keluarga *sebenernya justru di luar keluarga besar* yang justru menunjukkan sikap seorang priyayi sejati .. penuh sikap satria, sabar, jatmika, karena merasa harus berterima kasih pada keluarga besar yang udah mengangkatnya menjadi anak, padahal dia 'cuma' anak haram dari salah satu ponakan sang eyang.

Satu hal yang unik dari PP, adalah cara nyeritainnya ... PP terdiri dari beberapa bab, yang tiap bab-nya adalah dari sudut pandang salah satu tokoh... dan kerennya walaupun sudut pandangnya ganti-ganti, pribadi dan perasaan tokoh tetap kejaga kuat .. ga kecampur satu sama lain .. dan tetap terasa persamaannya sebagai anggota keluarga priyayi, nilai-nilai priyayi yang diyakini tapi perbedaan sikap dan cara pikir tiap tokoh tetap kukuh ...

Ngomong2 ttg nilai priyayi, satu hal yang g kagumin dari keluarga itu, adalah cara mereka bersama2 membicarakan semua masalah keluarga .. ga ada yang ditutup2in .. semua tau .. semua ikut berpikir, nyumbangin ide dan pendapat bagaimana suatu masalah seharusnya diselesaikan. kekeluargaannya terasa banget. dan bahasanya, tenang .. kalem .. bahasa yang dipakai di novel pun halus mengalir tenang.

Burung-Burung Manyar, on the other hand, lebih kasar, memang untuk menunjukkan perasaan tokoh utama yang jadi seorang pendendam dan pengkhianat perjuangan Indonesia masa itu, karena kekecewaan-kekecewaan yang dia alami.. novel roman ini ceritanya lebih tipikal, lebih ketebak .. mengikuti pola2 yang udah lama ada .. anak indo belanda yang merasa lebih belanda ketimbang indonesia, lalu masuk KNIL karena benci pada jepang yang mengambil ibu-bapaknya, dan bangsa indonesia karena dianggap terlalu pro sampai menyembah2 jepang karena merasa dibebaskan oleh jepang, sang saudara tua, dari penjajahan belanda. tapi sayangnya, cewe yang dia suka justru pro republik, malah akhirnya bekerja sbg juru ketik perdana menteri syahrir dan di departemen kehutanan.
awalnya, yang cowo cuma numpang di rumah yang cewe karena dia jadi yatim piatu, ga ada yang ngurus. lalu jadi sahabat, lalu jadi kakak adik..lalu datenglah perasaan itu... tanpa diungkapkan dengan kata2 tapi mereka udah tau sendiri.

years passed, si cewe udah nikah dengan orang lain, sukses jadi DR dengan subjek penelitian ttg burung manyar, burung yang selalu mau dan semangat untuk mulai lagi dari awal, kalo ternyata sangkar yang dia buat ditolak oleh manyar betina.
yang cowo, entah gimana, jadi duda, dan ahli matematika dan komputasi, tau2 jadi kepala divisi IT *duh..* di perusahaan minyak multinasional yang bekerja sama dengan pemerintah indonesia, ngambilin minyak di ladang2 di wilayah indonesia. dan suatu hari dia menemukan ada formula perhitungan matematis yang *pokoknya* merugikan pemerintah indonesia, sekian milyar per tahun *pokoknya rugi banget*. dan tiba2 dia menjadi ksatria bagi bangsa yang dulu dia benci setengah mati. dia rela ngorbanin karier dia, dia bersedia dipecat jika membocorkan ke pemerintah indonesia tentang formula yang merugikan itu. di roman itu di ceritakan bahwa di mau berbuat sejauh itu karena teringat dengan ucapan seorang MP *military policie* bahwa tanah air adalah tempat dimana kita merasa tenang, ngga ada pertentangan.
that's it. somehow.. itu ngga 'klik' ke logika gue .. feels like something's missing ... ada mata rantai cerita yang hilang.
mungkin g kelewatan sesuatu ya ..

tapi ada satu bagian yang g suka. waktu yang cowo balik ke rumah yang cewe *rumah ini udah lama ditinggalkan keluarga cewe-nya, tapi dia terus2an secara rutin kembali ke rumah itu, cuma untuk menyendiri dan bertapa menemukan surganya*. ternyata cewe itu kebetulan lagi pulang ke sana. ngga ada kata2 yang keluar dari keduanya. tapi yang cowo nangis, malu karena sekarang dia jadi pengkhianat, berbeda pihak dengan yang cewe, merasa kalah karena menyerah pada emosi, pada rasa dendam, marah pada keadaan yang membuat mereka ternyata ada di dua pihak yang saling berperang. kok mirip romeo and juliet-nya shakespeare?
akhirnya karena ga tahan dengan emosi, yang cowo akhirnya ngelemparin dua senjatanya *sebagai tanda menyerah secara mental dan emosi?* lari ke luar rumah, langsung ngebut dengan jip ke pangkalan, dan hampir nabrak penjaga gerbang pangkalan.

Bahasa dan cara cerita yang dipake, full of violance, kasar, sangat laki-laki, yang merasa jantan dan looser pada saat yang bersamaan ... mungkin kelaki-lakian ini yang ngingetin g sama cerita yang lebih 'kini', Jomblo, sebuah komedi cinta, yang udah g baca sebelumnya.

roman ... akhirnya .. tidak ada tokoh yang mendapatkan orang yang diinginkan ...

Now reading : Jurnalisme Investigasi by Septiawan Santana H.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home